Surat Peunutoh Teungku Mahyiddin Tiro

Surat Peunutoh Teungku Mahyiddin Tiro - Selamat datang di blog Sejarah Aceh, Info kali ini adalah tentang Surat Peunutoh Teungku Mahyiddin Tiro !! Semoga tulisan singkat dengan kategori Aceh !! Atjeh !! Hermansyah !! Islam !! Manuscript !! manuskrip !! Mushaf !! Naskah Kuno !! Sarakata !! Ulama !! ini bermanfaat bagi anda yang membutuhkan. Dan untuk anda yang baru berkunjung kenal dengan blog sederhana ini, Jangan lupa ikut menyebarluaskan postingan bertema Surat Peunutoh Teungku Mahyiddin Tiro ini ke social media anda, Semoga rezeki berlimpah ikut di permudahkan sang khalik yang maha kuasa, Selengkapnya lansung lihat infonya dibawah -->




A letter written by Teungku Mahidin, alias Teungku Chik Mayet, secon son of Teungku Syeh Saman di Tiro who met his sacred death on September 5, 1910. It is addressed to Tuanku Raja Keumala, Panglima Polem’s brother-in-law, and to all Moslem in Samalanga. The letter described the war situation in Pidie and the death of Teungku di Tungkop. (top)

Begitulah keterangan dalam buku Belanda tentang sebuah sarakata (surat) dari Panglima Perang Aceh di Pidie saat perang Aceh-Belanda berkecamuk. Catatan di atas dapat diartikan sebagai berikut:
"Sepucuk surat Teungku Mahidin alias Teungku Chik Mayet, putra kedua Teungku Syeh Saman di Tiro, syahid pada tanggal 5 September 1910 yang ditujukan kepada Tuanku Raja Keumala, ipar Panglima Polem dan kaum muslimin di Samalanga, antara lain mengenai berkecamuknya peperangan di Pidie dan syahidnya Teungku di Tungkob". Wilayah Tungkop yang dimaksud adalah Tungkop di Pidie.

Informasi tambahan sebenarnya juga terdapat dalam surat tersebut, yaitu saat Teungku di Tungkop syahid, lalu penggantinya Teungku di Buket Muhammad ‘Ali Zainal ‘Abidin. Dalam kondisi perang, "struktur panglima perang" sebagai pemegang komando perang sangat penting sebagai pemberi komando (peunutoh), saat satu pimpinan tertinggi syahid dalam perang, maka secara mufakat atau struktural akan digantikan oleh yang lain sesuai dengan kesepakatan. Sepertinya, inilah yang dimaksud dalam surat tersebut "negeri empunya peunutoh meualon-alon" secara struktural dan terorganisir.


Berikut transkripsi teks perbaris:

1. Hadharat Seri Paduka yang mulia Tuanku Raja Keumala serta segala yang
2. ikutannya daripada saudara Muslimin dalam negeri  Samarlanga [Samalanga] ada semuanya.
3. Wa ba’du. As-salamu’alaikum wa-rahmatullah wa barakutuhu. Maka ahwal Pedir [Pidie] semua
4. dalam gaduh perang tiap-tiap ketika tiada khāli sekali-kali melainkan setengah tempat
5. ada yang terima surat kafir, serta tiada apa-apa atas kami sekali-kali melainkan
6. syahid Teungku di Tungkob  dengan garis takdir dalam Nisfu awal Sya’ban ini
7. serta sudah dijadi ada tandanya Teungku di Buket Muhammad ‘Ali Zainal ‘Abidin
8. akan gantinya dengan izin Tuhan Rabb al-‘Alamin, melainkan harap
9. kami bahwa berbanyak-banyak doa tuanku serta doa tuan-tuan akan keduanya
10. dan akan kami yang tinggal dalam negeri empunyai peunutoh meualon-alon seperti
11. di-ék trön u binéh pasie adanya. Was-salam ‘alà man ittaba’a al-hudà.
12. Daripada perhamba [poe hamba] faqir Mahyiddin Tiro.

11 Sya’ban 1318 H

Kedengaran Teuku Dua Ploh Dua 
sudah sampai dalam Gloeng [Galöng] Tiro.






Demikianlah Artikel Surat Peunutoh Teungku Mahyiddin Tiro , Semoga dengan adanya artikel singkat seperti Informasi postingan Surat Peunutoh Teungku Mahyiddin Tiro ini, Anda benar benar sudah menemukan artikel yang sedang anda butuhkan Sekarang. Jangan lupa untuk menyebarluaskan informasi Surat Peunutoh Teungku Mahyiddin Tiro ini untuk orang orang terdekat anda, Bagikan infonya melalui fasilitas layanan Share Facebook maupun Twitter yang tersedia di situs ini.