Bagaimana hubungan antara suami dan istri yang sakinah itu?
Bagaimana hubungan antara suami dan istri yang sakinah itu? - Selamat datang di blog Sejarah Aceh, Info kali ini adalah tentang Bagaimana hubungan antara suami dan istri yang sakinah itu? !! Semoga tulisan singkat dengan kategori
akhlak tasawuf !! ini bermanfaat bagi anda yang membutuhkan. Dan untuk anda yang baru berkunjung kenal dengan blog sederhana ini, Jangan lupa ikut menyebarluaskan postingan bertema Bagaimana hubungan antara suami dan istri yang sakinah itu? ini ke social media anda, Semoga rezeki berlimpah ikut di permudahkan sang khalik yang maha kuasa, Selengkapnya lansung lihat infonya dibawah -->
Pendahuluan
Kamus besar bahasa indonesia mengartikan “nikah” sebagai (1) perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi). (2) perkawinan. Al-Qur’an menggunakan kata ini untuk makna tersebut, disamping secara majazi diartikannya dengan hubungan seks. Kata ini dalam berbagai bentuknya ditemukan sebanyak 23 kali. Secara bahasa pada mulanya kata nikah digunakan dalam arti “berhimpun” Dalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 32, Allah menjelaskan, agar kita membantu orang-orang yang masih sendirian atau belum menikah untuk dapat menikah.
Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian, diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui. (QS. An Nur : 32 )
Dan salah satu tujuan perkawinan dalam islam adalah untuk mencari ketentraman atau sakinah. Allah berfirman:
Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Ruum : 21)
Dalam ayat diatas Allah SWT menjelaskan bahwa yang berperan membuat keluarga menjadi Sakinah ada dua faktor, pertama, Mawaddah, kedua Rahmah. Dalam bahasa indonesia padanan kedua kata itu adalah kasih sayang sebagaimana terlihat terjemahan dalam ayat diatas. Selain hal tersebut diatas yang dapat membuat keluarga menjadi sakinah, ialah terlaksananya hak-hak serta kewajiban dari kedua pihat itu, yaitu suami dan istri. Apa sajakah hak-hak dan kewajiban itu? Hal-hal tersebut akan kami bahas dalam makalah yang singkat ini.
Pembahasan
a. Hak bersama suami istri
1. Hak tamattu’ badani
Salah satu hikmah perkawinan adalah pasangan suami istri satu sama lain dapat menikmati hubungan seksual yang halal, bahkan berpahala. Islam memang mengakuai bahwa setiap manusia normal membutuhkan penyaluran nafsu birahi terhadap lawan jenisnya. Isalam tidak memerangi nafsu tersebut dan tidak pula membiarkan lepas tak terkendali. Islam mengatur penyaliranya secara halal dan baik melauli ikatan perkawinan.
2. Hak saling mewarisi
Hubungan saling mewarisi trjadi karena dua sabab: pertama, karena hubungan darah; kedua, karena hubungan perkawinan. Dalam hubungan perkawinan ini yang mendapat warisan hanyalah pasangan suami istri. Suami mewarisi istri dan istri mewarisi suwami. Dalam surat An nisa ayat 12 dijelaskan bahwa suwami mendapat ½ harta warisan bila istri tidak punya anak, dan ¼ bila istri punya anak. Sebaliknya istri dapat ¼ bila suwami tidak punya anak, dan 1/8 bila suwami punya anak.
Artinya; Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris)[274]. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.
Hubungan saling mewarisi hanya berlaku dalam perkawinan yang sah menurut syariay islam dan sesama Muslim.
3. Hak Nasab anak
Anak yang dilahirkan dalam hubungan perkawinan adalah anak berdua, walaupu secara formal islam mengajarkan supaya anak dinisbahkan kepada bapaknya, sehingga seorang anak disebut fulan nin fulan, atau fulanah binti fulanah. Apapun yang terjadi kemudian (misalnya perceraian) status anak tetap anak berdua. Masing-masing tidak dapat mengklaim lebih berhak terhadap anak tersebut, walaupun pengadilan dapat memilih dengan siapa anak ikut. Perlu diingat juga bahwa penisbahan anak kepadak bapaknya secara formal tetap berlaku sekali-kali bagi anak perempuan setelah menikah. Anak perempuan kalau sudah menikah tidak diajarkan oleh islam untuk menisbahkan dirinya kepada suwami sebagaimana yang menjadi tradisi sebagai masyarakat kita.
b. Kewajiban suwami kepada istri
1. Mahar
Mahar adalah pemberi wajib dari suwami untuk istri. Suwami tidak boleh memanfaatkannya kecuali seizin dan serela istri.
Artinya; Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang Dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata? Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat.
Jumlah minimal dan maksimal mahar tidak ditentukan oleh syara’. Tergantung kemampuan suwami dan kerelaan istri. Yang penting ada nilainya. Bahkan boleh dengan sepasang sandal, atau mengajarkanya beberapa ayat Al-Qur’an, atau masuk islam.2. Nafkah
Nafkah adalah menyediakan segala keperluan istri berupa maknan, pakain, rumah, pembantu, obat-obat dan lain-lain. Hukumnya wajib berdasarkan Al-Qur’an, sunah dan ijma’.
Artinya ; kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
Kewajiban suwami memberi nafkah kepada istrinya sebanding dengan kewajiban istri mematuhi dan meneladani suwami, menyelenggarakan dan mengatur rumah tangga serta mendidik anak.
3. Ihsan al ‘asyarah
Ialah bergaul dengan istri dengan cara yang sebaik-baiknya. Teknisnya terserah kepada masing-masing suwami. Misalnya membuat istri gembira, tidak mencurigai istri, menjaga rasa malu istri, tidak membuka rahasia istri pada orang lain. Ihsan al ‘asyarah adalah suatu kewajiban berdasarkan firman Allah ;
…. …..
Artinya: dan bergaullah dengan mereka secara patut.
4. Membimbing dan mendidik keagamaan isteri
Seorang suami bertanggung jawab di hadapan Allah terhadap isterinya karena dialah pemimpinya. Setiap pemimpin harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya. Oleh karena itu menjadi kewajiban suami mengajarkan dan mendidik isterinya untuk menjadi imraah shalehah. Dia harus mengajarkan hal-hal yang harus diketahuinya tentang masalah agama, seperti masalah taharah, wudhu, haidhn nifas, shalat, puasa, dzikir, membaca Al-Qur’an, kewajiban wanita terhadap suami dan anak-anaknya, dan lain-lain.
Jika seorang suami tidak mampu menajarkannya sendiri, dia harus memberikan izin kepada istrinya untuk belajar diluar atau mendatangkan guru kerumah atau minimal menyediakan buku bacaan.
c. Kewajiban isteri kepada suami
1. Patuh pada suami
Seorang isteri wajib mematuhi suaminya selama tidak dibawa kelembah kemaksiatan. Aisyah ra. Pernah bertanya kepada rasulullah SAW tentang orang yang paling berhak dipatuhi oleh seorang istri. Rasul menjawab; “suaminya” (HR. Hakim)
لو كنت امرااحد أن يسجد لأحد لأمرت المرأة أن تسجد لزوجها (رواه الترمذى)
Artinya; kalau aku boleh memerintahkan seseorang sujud kepada seseorang, tentu akan aku perintahkan seorang isteri sijud kepada suaminya. (HR. At-Tarmidzi)
Dalam hadis lain Rasulullah SAW menempatkan seorang wanita yang taat kepada suaminya sebagai wanita terbaik;
“sebaik-baik wanita adalah yang apabila engkau memandang kepadanya menggermbirakanmu, apabila engkau suruh ia patuh, apabila engkau beri nafkah ia menerima dengan baik, dan apabila engkau tidak ada disampingnya dia akan menjaga diri dan hartamu.” (HR. Nasai’)
Apabila suami mengajak isterinya untuk melakukan kemaksiatan dan malah meninggalkan yang ajib, maka isteri berhak untuk menentangnya dengan cara yang bijaksana., bahkan harus berusaha manyadarkanya dan kembali kepada jalan yang benar.
2. Ihsan al-‘Asyarah
Ihsan al-‘Asayrah istri kepada suaminya antara lain dalam bentuk; menerima pemberian suami, lahir dan batin dengan rasa puas dan terimakasih, serta tidak menuntut hal-hal yang tidak mungkin, meladeni suami dengan sebaik-baiknya, meberikan perhatian pada suami sampai hal-hal terkecil.
Adapun etika islam yang lain tetang bagaimanna mewujudkan keluarga yang sakinah itu ialah sebagai berikut:
a. Seorang isteri tidak boleh memberikan izin kepada orang lain tanpa sepengetahuan suami
b. Tidak boleh menolak ajakan suami
c. Tidak membelanjakan harta suami tanpa seizinnya.
d. Tidak membelanjakan hartanya sendiri tanpa seizin suami.
e. Kewajiban isteri untuk melayani suami.
f. Tidak membantah suami pada saat marah.
g. Tidak cemburu berlebihan.
h. Menjaga penampilan di depan suaminya.
i. Suami tampil baik dihadapan isterinya.
j. Meberi makan anak isteri dengan makanan yang halal
k. Tidak menjelek jelekan wajah isteri.
l. Saling perhatian
m. Bersabar atas keburukan akhlak kedua pihak.
n. Bijak dalam mengasuh isteri.
o. Tidak membicarakan urusan ranjang kepada orang lain.
p. Tidak mengolok-olok kekurangan (cacat tubuh)
q. Meluruskan pasangannya ketika melakukan maksiat.
r. Tidak “ringan tangan”
s. Tidak memintai cerai tanpa alasan yang kuat.
t. Adil terhadap para isteri.
u. Tidak mengkufuri suami.
Kesimpulan
Menikah merupakan suatu hal yang baik dan disyariatkan oleh ajaran agama. Tujuan dari menikah itu ialah (1) melaksanakan syari’at agama,(2) melestarikan keturunan, (3) mewujudkan keluarga yang sakinah. Terciptanya suatu rumah tangga yang sakinah, itu salah satunya ialah terpenuhinya hak-hak dan kewajiban keduabelah pihak yaitu suami dan isteri, yang telah dijelaskan diatas.
Demikian Allah mengatur kehidupan manusia agar tercipta kehidupan yang harmoni dalam pergaulannya antar sesame manusia terutama dalam hal ini adalah hubungan antara suami dan istri.
Daftar Pustaka
‘Aziz Abdul. Ensiklopedia Etika islam. Jakarta: Maghfirah Pustaka , 2005.
Ilyas, yunahar. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), 2009
Shihab, M Quraish. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 2007.
Demikianlah Artikel Bagaimana hubungan antara suami dan istri yang sakinah itu?, Semoga dengan adanya artikel singkat seperti Informasi postingan Bagaimana hubungan antara suami dan istri yang sakinah itu? ini, Anda benar benar sudah menemukan artikel yang sedang anda butuhkan Sekarang. Jangan lupa untuk menyebarluaskan informasi Bagaimana hubungan antara suami dan istri yang sakinah itu? ini untuk orang orang terdekat anda, Bagikan infonya melalui fasilitas layanan Share Facebook maupun Twitter yang tersedia di situs ini.