Antar PUSA dan Paham Wahabiyah di Aceh
Antar PUSA dan Paham Wahabiyah di Aceh - Selamat datang di blog Sejarah Aceh, Info kali ini adalah tentang Antar PUSA dan Paham Wahabiyah di Aceh !! Semoga tulisan singkat dengan kategori
Ulama Aceh !! ini bermanfaat bagi anda yang membutuhkan. Dan untuk anda yang baru berkunjung kenal dengan blog sederhana ini, Jangan lupa ikut menyebarluaskan postingan bertema Antar PUSA dan Paham Wahabiyah di Aceh ini ke social media anda, Semoga rezeki berlimpah ikut di permudahkan sang khalik yang maha kuasa, Selengkapnya lansung lihat infonya dibawah -->
PUSA yang merupakan singkatan daru Perserikatan Ulama Seluruh Aceh, didirikan pada tahun 1939, sebagai hasil Muktamar Ulama Aceh yang berlangsung di Glumpang Dua Aceh Utara. PUSA sebagai organisasi agama non politik yang berpolitik. Berdirinya organisasi ini disebabkan adanya larangan berdirinya partai-partai politik.
Pendiri PUSA ini terdiri atas para ulama, yang beberapa tahun sebelum lahirnya organisasi ini telah mendirikan dan memiliki organisasi keagamaan, seperti Al Jam’iyyah At Taqiyyah, Al Jam’iyyah Khairiyyah, Al jam’iyyah Al Diniyyah dan lain-lain. Para ulam itu mempunyai dayah sendiri-sendiri dan setelah adanya pembaharuan sistem pendidikan Islam, nama dayah tadi diubah menjadi Madrasah. Namun demikian masih juga terdapat kata “dayah” untuk pengertian pesantren dan madrasah yang merupakan pendidikan berbentuk sekolah.
Para ulama yang memengang tampuk pimpinan utama PUSA adalah Tengku Muhammad Daud Beureuh, Tengku Abdurrahman Meunasah Meucap, Tengku Abdul Wahab Seulimuem, Tengku Haji Ahmad Hasballah Indrapuri, Tengku Amir Husein, Al Mujahid, tengku Muhammad Nur al-Ibrahimy, Tengku Syeikh Abdul Hamid Samalanga, Tengku Muhammad Amin, Tengku Hasan Hanafiah Lhok Bubon, Tengku Zamzami Yahya Tapak Tuan, Tengku Muhammad Dahlan Masjid Raya, Tengku Muhammad Amien Alue.
Namun dalam deratan daftar nama di atas, nama Tengku Haji Hasan Krueng Kalee, tidak termasuk di dalamnya padahal beliu mempunyai pusat pendidikan Islam terkenal di Aceh Besar. Dan ke’aliman beliau diakui oleh semua ulama Aceh. Bahakan kalau tidak salah, Tengku Muhammad Daud Bereueh pernah pula belajar mengaji di pesantren beliau. Itulah sebabnya, maka kebayakan murid-murid Tengku Haji Krueng Kalee seperti Tengku Muhammad Amien Jumphoh di Kabupaten Pidie, Tengku Abdul Jalil dari Lhokseumawe dan ayahku (Tengku Syeikh Haji Muhammad Waly) berada dalam kelompok ulama Non PUSA.
Barangkali ini disebabkan, karena pada zaman itu di Aceh terkenal dua istilah, yaitu kaum Muda dan kaum Tua. Perbedaaan antara keduanya sangat mendasar. Para ulama PUSA dan pemuda-nya disebut Kaum Muda dan para ulama Non PUSA disebut Kaum Tua. Hal ini disebabkan pemuda-pemuda yang belajar ke Sumatra Barat, baik yang masuk perguruan Normal Islam Pimpinan Prof.Mahmud Yunus atau bukan, sekembalinya ke daerah Aceh, bergabung dengan PUSA. Sedangkan pendiri PUSA, kegiatanya sebagai pemimpin melebihi kegiatan ulama yang semestinya tekun di pesantren dan menyebarkan ilmu-ilmu agama kepada para santri, agar mereka kelak menjadi ulama. Karena itulah para ulama seperti Syeikh Haji hasan Krueng Kalee, lebih mengutamakan bidang keulamaan, termasuk juga ayah, Syeikh Haji Muhammad Waly sedangkan dalam hal-hal yang bersifat politik cukup diserahkan kepada murid-murid beliau, apakah Hulubalang atau Raja atau Pemimpin dan pedagang. Penyebab yang lebih menonjol, sehingga para ulama non PUSA enggan bergabung dengan PUSA, bukan Karena tidak setuju dengan cita-cita PUSA semula yang memang baik untuk kepentingan meninggikan Islam, tetapi karena pada kenyatanyaan pemuda-pemuda mereka, bahkan sebagian ulamanya telah terpengaruh dengan paham Wahabi, yakni paham keagamaan yang sudah menyimpang dari kitab-kitab Islam yang selama ini telah berkembang di daerah Aceh.
Inilah yang menyebabkan terjadinya perdebatan besar di Blang Pidie Aceh Selatan, antara Tengku Sufi dari ulama PUSA dengan ulama non PUSA, sehingga akhirnya ayah turun tangan menunjang paham keagamaan ahlussunnah wal jama’ah, seperti yang berkembang sejak jaman dahulu di daerah Aceh. Justru hal itulah yang menyebabkan para ulama PUSA di Aceh Barat dan Selatan, bahkan juga di Aceh lain tidak berkembang dalam misinya.
Sesungguhpun demikian, dalam menghadapi penjajah, baik kolonial Belanda dan Jepang, para ulama Aceh, baik yang tergabung dalam PUSA atau non PUSA, tetap bersatu. Bahkan semangat jihad keagaamaan yang didasarkan keihklasan dan mencari ridha Allah yang murni telah diperlihatkan ulama non PUSA, sementara PUSA dan pemudanya masih belum sampai kepada tinggkat keyakinan tersebut. Kita melihat bukti nyata dalam sejarah, yakni menjelang akhir tahun 1942 telah terjadi jihad fi sabilillah yang di pimpin oleh Tengku Abdul Jalil, seorang ulama muda, yang berasal dari Buloh Blang Ara Lhokseumawe. Dia dengan jama’ahnya memberontak terhadap Jepang, terutama setelah kekejaman tentara Jepang dan juga setelah keluarnya perrintah kirei(hormat) kepada Tenno heika dengan menghadap ke Tokyo.
Meskipun Jepang melakukan politik dua muka, satu muka dihadapkan kepada para ulama dan satu lagi kepada Raja dan Hulubalang, dimana dengan kedua muka itu, Jepang berusaha menyukseskan dan memenangkan perang Asia Timur Raya, yaitu dengan cara menganjurkan rakyat mengumpulkan padi, membuat lapangan terbang, jalan, benteng, namun niat buruk Jepang membelakangi ulama non PUSA, tidak berhasil, karena Raja dan Hulubalang merasa terhimbau untuk berada di belakang para ulama, karena keihklasan dan tuntunan mereka yang betul-betul mencari keridhaan Allah. Di samping mereka juga berjalan pada garis-garis ulama Aceh sebelumnya dan mereka senantiasa konsekuen terhadapnya, kapan dan dimanapun mereka berada. Inilah yang aku ketahui mengenai ayahku di jaman Jepang. Meskipun umurku waktu itu sekitar 8 tahun, tetapi aku sudah dapat merasakan adanya perbedaan di kalangan para ulama Aceh, demi kepentingan Islam dan ketinggian Islam, mereka tetap bersatu.
MAKLUMAT PUSA
Dokumen Fatwa yang ditulis oleh Ulama Pusa (Ulama Kaum Muda) tanpa disertai Syeikh Haji Hasan Krueng Kalee dan Syeikh Haji Muhammad Waly al-Khalidy (Ulama Kaum Tua)
BERIKUT TULISAN PADA MAKLUMAT TERSEBUT
Maklumat Bersama
Kami ulama ulama Atjeh, Pengurus2 Agama, Hakim2 Agama dan Pemimpin2 Sekolah Islam Keresidenan Atjeh yang berlangsung mulai tgl 20-24 Maret 1948 di Kuta Radja.
Memperhatikan
Bahwa hal – hal jang tersebut di bawah ini jaitu :
1. Kenduri kematian (kenduri pada hari kematian, kenduri djirat, kenduri seperti seunudjoh dan sebagainya.
2. Kenduri Maulid seperti jang makrup dan banyak di kerjakan di zaman lampau.
3. Kenduri pada perkuburan (seperti pada perkuburan Tgk Di Andjong, Po tjut Samalanga, Po Tjut Di Barat dan sebagainya. Kenduri di tepi laut, di babah Djurung di bawah pohon pohon jang besar di hutan dan sebagainya jang menurut anggapan penduduk untuk melepaskan Nazar dan Tulak Bala.
4. Memberi sedekah pada hari kematian (sedekah waktu majat turun dari rumah, setelah sembahjang djenadjah pada perkuburan dan sebagainya).
5. Mengawal Perkuburan seperti yg berlaku dan banjak di kerdjakan di zaman jang lampau.
6. Bang (azan) waktu memasukkan majat ke dalam kubur.
7. Membina perkuburan (membuat tembok sekeliling kubur, membuat sesuatu Bina di atas kubur).
8. Ratib Salik dan Ratib di perkuburan seperti jang berlaku dan banjak dikerdjakan di zaman jang lampau.
9. Membaca Al Qur An di rumah orang mati, seperti adat jang telah berlaku. Begitu djuga di perkuburan telah menjadi adat jang menurut anggapan penduduk tidak boleh di tinggalkan karena di sangka termasuk dalam Agama pada hal tidak.
Mengetahui
Bahwa di dalam Agama tidak ada satu alasan atau Dalil dari kitab Allah, Sunnah Rasulullah, Idjma’ Ulama dan Kias jang menunjukkan bahwa Pekerjaan – pekerdjaan itu disuruh atau sekurang kurangnya di izinkan mengerdjakan.
Menimbang
a. Bahwa hal – hal tersebut :
Sebahagiannya merusakkan Tekad Ketauhidan Kaum Muslimin.
b. Sebahagiannya melemahkan semangat beribadat.
c. Sebahagiannya membawa kepada membuang harta pada bukan tempatnya (Tabzir) jang dilarang oleh Agama.
d. Umumnya mencemarkan nama Islam dan Kaumuslimin di mata Dunia.
Memutuskan
1. Pekerdjaan tersebut tidak di izinkan oleh Agama mengerdjakannya.
2. Setjepat mungkin pekerdjaan – pekerdjaan itu mulai di tinggalkan.
Demikian supaya seluruh masyarakat Kaum Muslimin mendapat maklum dan mengamalkan keputusan ini.
Namun apakah antara dua ulama besar seperti Abuya Syeikh Muda Waly Al-Khalidy dengan Abu Daud Beureueuh adalah benar berselisih ?
Sumber :
Buku Ayah Kami (Abuya Prof. Dr. Tgk. H. Muhibbuddin Waly)
Demikianlah Artikel Antar PUSA dan Paham Wahabiyah di Aceh, Semoga dengan adanya artikel singkat seperti Informasi postingan Antar PUSA dan Paham Wahabiyah di Aceh ini, Anda benar benar sudah menemukan artikel yang sedang anda butuhkan Sekarang. Jangan lupa untuk menyebarluaskan informasi Antar PUSA dan Paham Wahabiyah di Aceh ini untuk orang orang terdekat anda, Bagikan infonya melalui fasilitas layanan Share Facebook maupun Twitter yang tersedia di situs ini.