Akankah Akal dan Wahyu Bertentangan?

Akankah Akal dan Wahyu Bertentangan? - Selamat datang di blog Sejarah Aceh, Info kali ini adalah tentang Akankah Akal dan Wahyu Bertentangan? !! Semoga tulisan singkat dengan kategori ilmu Tauhid !! ini bermanfaat bagi anda yang membutuhkan. Dan untuk anda yang baru berkunjung kenal dengan blog sederhana ini, Jangan lupa ikut menyebarluaskan postingan bertema Akankah Akal dan Wahyu Bertentangan? ini ke social media anda, Semoga rezeki berlimpah ikut di permudahkan sang khalik yang maha kuasa, Selengkapnya lansung lihat infonya dibawah -->



Pembahasan

A. Pengertian Akal dan Wahyu

Kata akal berasal dari bahasa arab, yakni al-‘aql ( العقل ), yang berarti paham, mengerti atau berpikir. Menurut pemahaman Profesor Izutzu, pada zaman jahiliyah,term akal digunakan dalam arti kecerdasan praktis yang dalam istilah psikologi modern disebut dengan kecakapan memecahkan masalah ( problem solving capacity ).Orang berakal, menurut pendapatnya adalah orang yang mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalahsetiap kali ia dihadapkan dengan problema dan selanjutnya dapat melepaskan diri dari bahaya yang ia hadapi. Kebijaksanaan praktis serupa ini amat dihargai oleh orang Arab zaman jahiliyah.
Menurut Dr.Zaki Nazib Mahmud, akal adalah menghubungkan peristiwa dengan sebab akibat atau konklusinya. Hubungan sebab akibat maksudnya akal mengembalikan peristiwa yang Nampak kepada sebab terjadinya peristiwa itu.Sedangkan yang dimaksud dengan hubungan konklusi ialah akal melihat masa depan dengan memusatkannya pada peristiwa-peristiwa serupa.
Di samping akal, dalam islam dikenal pula istilah wahyu . Wahyu berasal dari kata auha ( اوحى ) yang berarti member tahu tentang sesuatu ( baik perkataan ataupun penjelasan ) dari jarak jauh, dengan cepat dan rahasia. Yang menggunakan media atau perantara.
Sedangakan definisi dari wahyu adalah pemberitahuan dari Allah kepada nabi-Nya yang berisis hukum syara’ atau lainnya dengan perantaraan atau tanpa perantaraan. Wahyu merupakan sesuatau yang mungkin menurut hukum akal dan bukan sesuatu yang mustahil. Wahyu hanya diberikan oleh Allah kepada hamba-hamba pilihan-Nya.
Jadi, wahyu merupakan bentuk komunikasi antara Tuhan dengan hamba-Nya. Tentang cara terjadinya komunikasi tersebut, Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya QS As-syuura ayat 51 :
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ
Artinya : Tidak terjadi bahwa Allah berbicara kepada manusia kecuali dengan wahy, atau dari belakang tabir, atau dengan mengirimkan seorang utusan, untuk mewahyukan apa yang ia kehendaki dengan seizing-Nya. Sungguh Ia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.
Berdasarkan ayat diatas, ada tiga cara penyampain wahyu yaitu melalui jantung hati seseorang dalam bentuk ilham , dari belakang tabir seperti yang dialami oleh Nabi Musa, dan melalui utusan yang dikirimkan dalam bentuk malaikat.
Kedudukan akal dalam Al-Qur’an
Penghargaan yang tinggi terhadap akal terdapat dalam wahyu Allah yakni Al-Qur’an sendiri. Tidak sedikit ayat-ayat yangmenganjurkan dan mendorong manusia supaya banyak berfikir dan mempergunakan akalnya.
Kata-kata yang dipakai dalam Al-Qur’an untuk menggambarkan perbuatan berfikir, bukan hanya ‘aqala ( عقل ), tetapi juga kata-kata berikut :
1. Nadzara (نظر ), melihat secara abstrak dalam arti berfikir dan merenungkan, terdapat dalam 30 ayat lebih di Al-Qur’an.
2. Tadabbara ( تدبر ) yang berarti merenungkan dan juga terdapat dalam beberapa ayat al-qur’an.
3. Tafakkara تفكر ) ) berarti berfikir.Terdapat dalam 16 ayat Al-Qur’an.
4. Faqiha ( فقه ), berarti mengerti, faham dan terdapat dalam 16 ayat Al-qur’an.
5. Tazakkara ( تدكر ), yang berarti mengingat, memperoleh peringatan, memperhatikan dan mempelajari, yang semuanya mengandung perbuatan berfikir. Terdapat di lebih dari 40 ayat.
6. Fahima ( فهم ) yang berarti memahami.
7. Kata-kata yang berasal dari ‘aqala ( عقل ) sendiri terdapat dalam lebih dari 45 ayat.
Selain itu, terdapat pula kata-kata lain yang member sifat berfikir pada orang islam, yaitu ulul albab ( orang berfikiran ), ulu al-‘alim (orang berilmu),ulu al-absar (orang mempunyai pandangan), dan ulu al-nuha yang berarti orang bijaksana.
Dari uraian tersebut jelas bahwa kedudukan akal dalam islam sangatlah tinggi, dan akal pulalah yang membedakan manusia dengan makhluk Tuhan yang lain. Karena akalnyalah manusia dapat bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatannya dan akal dalam diri manusia itulah yang digunakan Tuhan sebagai pegangan dalam menentukan pahala atau hukuman pada seseorang.
Arti Penting Wahyu bagi Manusia
Sesungguhnya wahyu illahi merupakan sesuatu yang amat dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Manusia perlu belajar untuk mengatur hidupnya. Untuk itu, ia sangatlah memerlukan petunjuk ( hidayah-Nya ). Bagaimana hal itu akan terwujud jika tanpa wahyu illahi?Jadi jelaslah bahwa wahyu ilahi merupakan suatu kebutuhan manusia yang amat penting disetiap saat.
Hubungan Akal dan Wahyu
Persoalan akal dan wahyu telah lama menjadi wacana dan perdebatan dikalangan intelektual muslim sejak abad ke-3 H, bahkan sampai sekarang masalah tersebut masih jadi bahan perbuncangan. Namun, keduanyamenjadi sangat hangatdiperdebatkan oleh para mutakalimin dan filosof. Isu ini menjadi sangat penting karena ia memiliki kaitan dengan argumentasi-argumentasi mereka dalam pembahasan konsep Tuhan, konsep ilmu, konsep etika dan lain sebagainya.
Filosof muslim terpenting yang berusaha membuktikan hubungan antara akal dan wahyu adalah Ibn Rushd penulis buku Fasl al-Maqal dan Ibn Taimiyyah penulis buku Dar Ta’arud al-‘aql wa an-Naql. Ibn Rushd mencoba menjelaskan ‘hubungan” sedangkan Ibn Taimiyyah berusaha menghindarkan pertentangan atau menjelaskan “kesesuaian”.Keduanya berasumsi bahwa akal dan wahyu tidaklah bertentangan.
Dalam membahas masalah akal dan wahyuIbn Rushd menggunakan prinsip hubungan ( ittisal ) yang dalam argumennya mencoba mencari hubungan antara akal dan wahyu. Argumennya adalah :
1. Menentukan kedudukan hukum daripada belajar falsafah. Menurutnya, belajar falsafah merupakan belajar ilmu tentang Tuhan, yaitu memikirkan sesuatu yang wujud yang merupakan pertanda adanya Tuhan.Karena wahyu menggalakkan aktivitas bertafakur tentang yang wujud tersebut. Sehingga belajar falsafah tersebut diperintahkan oleh wahyu.
2. Membuat justifikasi bahwa kebenaran yang diperoleh dari demonstrasi (al-burhan) sesuai dengan kebenaran yang diperoleh dari wahyu. Dia berargumentasi bahwa dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang memerintahkan kita untuk menggunakan akal untuk memahami segala yang wujud.
Selain itu, Ibn Taimiyyah menjawab persoalan mengenai bagaimana jika akal dan wahyu mengalami pertentangan?Dari kesemua pembahasan Ibn Taimiyyah sekurang-kurangnya terdapat tiga prinsip utama untuk menjawab persoalan tersebut, yaitu :

1. Rasional atau Tradisional bukanlah sifat yang boleh menentukan sesuatu itu benar atau salah, diterima atau ditolak. Ia hanyalah metode atau jalan untuk mengetahui sesuatu.
2. Jika terjadi pertentangan antara akal dan wahyu, maka prioritas diberikan kepada wahyu dan menolak akal.Akal tidak mungkin diberi prioritaskarena melalui akal kebenaran wahyu itu dibuktikan.
3. Jika terjadi pertentangan antara proposisi akal dan wahyu, maka harus dikaji apakah proporsisi itu qat’i atau zanni.Jika keduanya berproposisi qat’i maka tidak mungkin terjadi pertentangan. Namun jika keduanya zanni, maka dipilih yang proposisinya lebih kuat ( rajah ).
Fungsi Akal dan Wahyu
Menurut aliran-aliran dalam ilmu kalam, fungsi daripada akal dan wahyu adalah sebagai berikut :

a. Menurut kaum Salafiah

Fungsi wahyu menurut kaum salafiah lebih tinggi dibandingkan fungsi akal. Jalan untuk mengetahui aqidah dan hukum adalah melalui wahyu Allah dan hadits nabi. Dalam hal ini akal berfungsi untuk menafsiri dan menguraikan al-Qur’an dan mentakwilkannya dalam batas yang diijinkan.
Jadi menurutnya, akal hanya menjadi saksi dan membenarkan penjelasan-penjelasan dalam al-Qur’an.

b. Menurut kaum Mu’tazilah

Kaum Mu’tazilah sangat berlebih-lebihan dalam meninggikan akal. Sehingga mereka menganggap bahwa fungsi akal lebih tinggi dibandingkan wahyu

c. Menurt Ahlu sunah wal Jama’ah

Mereka memegang pendirian faham Asyariyah yang berpendapat bahwa fungsi wahyu yang berupa al-Qur’an dan hadits Nabi menjadi pokok utama sedangkan akal sebagai penguat nash wahyu dan hadits.
Al-asyari tidak menjauhkan diri dari pemakaian akal tetapi ia menentang keras terhadap orang yang menganggap bahwa pemakaian akal tidak pernah disinggung oleh Nabi dalam membahas masala-masalah agama bahwa akal mempunyai kedudukan yang tinggi dibandingkan wahyu.
Jadi menurut Asyari, bahwa bagaimanapun juga wahyu dalam bentuk al-Qur’an dan hadist adalah dasar yang pokok disamping menggunakan akal pikiran agar dapat menguatkan nash dan hadits tersebut.

Jadi mengenai fungsi dari akal dan wahyu, banyak sekali pendapat yang diuraikan oleh aliran-aliran kalam yang kadang bertentangan antara satu sama lain. Namun pada dasarnya, keduanya mempunyai fungsi tersendiri dan keduanya tidak dapat dipisahkan pula.

A. Kesimpulan
Akal dan wahyu, keduanya merupakan karunia Allah kepada hamba-Nya, sebagai alat untuk menuju kebenaran. Keduanya saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Dalam wahyu ( al-Qur’an ) banyak ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk senantiasa berfikir dan bertadabur terhadap hal-hal yang wujud. sehingga tidak dapat di pungkiri bahwa akal dan wahyu saling berkaitan dan membutuhkan satu sama lain.

B. Kontribusi
Hendaknya dalam melaksanakan sesuatu, jangan hanya berdasarkan akal atau wahyu saja. Namun keduanya harus tetap kita gunakan dalam kehidupan kita sehari-hari secara beriringan. Karena jelas bahwa Allahpun memerintahkan kita menggunakan akal tanpa melalaikan wahyu.



Daftar Pustaka

Mahmud, Ali Abdul Halim,Karakteristik Umat Terbaik. 1996. Jakarta : Gema Insani
Jabir, Abu Bakar,Aqidah Seorang Muslim. 1994.Jakarta : Mantia
Asmuni, Yusran,Ilmu Tauhid.1993. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Musthofa,dkk,Tauhid.2005.Yogyakarta : Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga
Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap.1992.Jakarta : PT Rineka Cipta
Nasution, Harun,Akal dan Wahyu dalam Islam.1986. Jakarta : UI-Press
www.idrusali85.wordpres.com

Oleh: Dwi hastuti Pungkasari


Demikianlah Artikel Akankah Akal dan Wahyu Bertentangan?, Semoga dengan adanya artikel singkat seperti Informasi postingan Akankah Akal dan Wahyu Bertentangan? ini, Anda benar benar sudah menemukan artikel yang sedang anda butuhkan Sekarang. Jangan lupa untuk menyebarluaskan informasi Akankah Akal dan Wahyu Bertentangan? ini untuk orang orang terdekat anda, Bagikan infonya melalui fasilitas layanan Share Facebook maupun Twitter yang tersedia di situs ini.